Tuesday, 12 January 2016

Artikel - Pendidikan Islam dan Pembangunan Masyarakat Relijius

Oleh:
El Chumaedi

Memahami konteks pendidikan Islam di Indonesia tidak cukup hanya dengan melihat bahwa pendidikan Islam merupakan subsistem dari pendidikan nasional. Akan tetapi, pendidikan Islam juga sekaligus sebagai entitas tersendiri yang memiliki tradisi dan kultur akademik yang berbeda dengan karakteristik pendidikan pada umumnya. Di antara ciri substantifnya adalah, bahwa pendidikan Islam dibangun atas dasar kesadaran dan keyakinan umat Islam untuk menjadi pribadi muslim yang taat (`abdullah, khalifah fi al-ard). Maka, wajar jika pengetahuan dan wawasan keislaman merupakan prasyarat mutlak yang harus dimiliki oleh seluruh umat Islam. Kesadaran semacam ini lalu menjadi èlan vital di kalangan pemimpin agama yang secara mandiri memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan Islam di tengah masyarakat, baik secara individual maupun kolektif-kolegial (organisasi keagamaan, al-jam`iyah al-diniyah).

Pondok (Arab: funduk) atau pesantren merupakan embrio paling genuine atas dimulainya tradisi pendidikan Islam di Indonesia. Bentuk tradisional dari pendidikan Islam tersebut hingga sekarang memang masih bertahan, meskipun secara terus menerus dan massif tergerus oleh modernisasi, globalisasi, bahkan kapitalisasi pendidikan yang melanda dewasa ini. Namun demikian, sesungguhnya yang paling mengkhawatirkan dari transformasi pendidikan Islam ini bukan semata-mata pada aspek kelembagaannya, melainkan pada semakin surutnya nilai-nilai adi luhung yang menjadi urat nadi pendidikan Islam di Indonesia. Akibat buruk yang paling tidak menguntungkan secara institusional bagi keberadaan pendidikan Islam adalah pudarnya nilai-nilai kemandirian dan keikhlasan dalam penyelenggaraan pendidikan oleh para pemuka agama. Sementara di sisi lain, pergeseran orientasi terhadap institusi pendidikan semakin menjurus pada proses fabrikasi yang hanya akan melahirkan manusia-manusia robot tanpa nilai dan kering dari moralitas agama.

Kekhawatiran semacam itu tentu tidak terlalu berlebihan, mengingat sekarang ini ekspektasi masyarakat terhadap sistem pendidikan yang ada lebih berkecenderungan materialistik, ketimbang ideal-moralistik. Besar kemungkinan banyak kita jumpai orang tua murid lebih takut jika kelak anaknya tidak mendapat pekerjaan yang pantas, daripada lebih takut anaknya akan menjadi seorang koruptor. Dalam prakteknya, penyelenggaraan pendidikan memang perlu memperhatikan supplay and demand. Akan tetapi, pemenuhan terhadap tuntutan masyarakat dari dunia pendidikan seharusnya tidak lalu mengorbankan idealisme pendidikan untuk mewadahi proses pemanusiaan manusia (humanizing human) dan proses pembudayaan masyarakat.

Di tengah persinggungan kepentingan semacam itulah, institusi pendidikan Islam sangat berpotensi mampu memenuhi tuntutan masyarakat modern di era global, sekaligus menjadi mercusuar dalam penguatan nilai-nilai dan moralitas agama. Memang, memasuki abad ke-20 terjadi transformasi besar-besaran di tubuh pendidikan Islam di Indonesia. Meski tidak sepenuhnya meninggalkan pola pendidikan tradisional ala pesantren, tetapi modernisasi di tubuh pesantren telah banyak mengubah rasa pesantren menjadi sekolah umum dengan sebutan madrasah. Nurcholish Madjid (alm.), Abdurrahman Wahid (alm.), Karel Steenbrink, Zamachsyari Dhofier, dan Azyumardi Azra adalah sebagian penulis yang cukup berhasil memotret proses modernisasi yang terjadi di tubuh pesantren hingga kemudian terlahir pola pendidikan Islam dalam bentuk madrasah. Transformasi kelembagaan di tubuh pesantren dalam banyak aspek kependidikan memang membawa semangat pembaharuan yang positif, terutama dengan semakin terbukanya paradigma kalangan pesantren dalam menangkap semangat zaman (zeitgeist). Ini tentu saja menjadi momentum bagi umat Islam untuk belajar disiplin ilmu di luar bidang-bidang keagamaan yang selama ini menjadi satu-satunya terjemahan dari "tholabu al-`ilmi faridhatun..." (kewajiban menuntut ilmu) yang dipahami wajib (fardlu `ayn). Sementara pemahaman dan kemampuan pada disiplin di luarnya dipandang fardlu kifayah, bahkan boleh jadi sunnah.

Belakangan, diskusi soal eksistensi pendidikan Islam tidak lagi berkutat pada aspek substantif-akademik, melainkan semakin mengkerucut pada aspek formatif-institusional. Hal ini mengingat keberadaan pendidikan Islam dalam berbagai pola dan bentuknya sudah diakomodasi dalam sistem pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003). Namun demikian, dalam situasi di mana terjadi peleburan pendidikan Islam dengan sistem pendidikan nasional, tentu kita harus tetap memperkuat semangat dan cita-cita awal untuk membentengi masyarakat muslim dengan nilai-nilai dan moralitas agama. Jangan sampai tuntutan dunia kerja dan profesional menjadi satu-satunya tujuan dari penyelenggaraan pendidikan, tetapi pada saat yang bersamaan melupakan peran pendidikan dalam melakukan transmisi nilai-nilai agama dan budaya bangsa.

Revitalisasi Pendidikan Islam

Secara kualitas, tuntutan masyarakat di era globalisasi terhadap institusi pendidikan Islam tidak berbeda dengan yang dihadapi institusi pendidikan di Indonesia pada umumnya, mengingat semakin tingginya tingkat kompetisi bagi lulusan di dunia kerja. Namun, ruang lingkup pendidikan Islam yang luas, di mana penyelenggaraannya di madrasah, sekolah umum, dan secara tradisional di pesantren dan majelis taklim, secara kependidikan berpotensi semakin baik. Hal ini mengingat penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (Information and Communication Technology) dalam dunia pendidikan sangat membantu dalam meningkatkan layanan pendidikan yang prima, baik secara administratif maupun akademik.

Sementara itu, diversifikasi pendidikan Islam yang ditandai dengan penguatan pada disiplin ilmu-ilmu kemanusiaan dan sosial (human and social sciences), dan ilmu-ilmu alam (natural sciences) semakin membuktikan kesetaraan institusi pendidikan Islam dengan sekolah umum. Meskipun memang secara mendasar lokus pendidikan Islam terletak pada pendidikan agama dan keagamaan. Justru dengan demikian secara keilmuan lulusan dari lembaga pendidikan Islam diharapkan memiliki nilai lebih (added value) bahkan keunggulan komparatif (comparative advantage), berupa wawasan dan pengetahuan keislaman yang relatif lebih baik.

Harapan untuk memiliki nilai lebih bagi institusi pendidikan Islam tentu bukan persoalan mudah. Ada sejumlah persyaratan yang terlebih dahulu harus dipenuhi untuk mencapai target itu. Dari segi kurikulum, misalnya, kita tidak mungkin menjadikan lembaga pendidikan Islam mampu melahirkan lulusan yang ideal, ketika struktur kurikulum tidak memberi ruang yang cukup bagi penguatan bidang-bidang umum secara spesifik dan intensif; dan begitupun sebaliknya. Pada tingkat madrasah dan Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI), pemenuhan kurikulum secara nasional perlu diekstensifikasi dengan bidang-bidang keislaman dan kemampuan bahasa asing. Hal ini tidak memungkinkan jika pembelajaran dilakukan tanpa terintegrasi dengan pola pesantren (islamic boarding school). Dengan pola pendidikan berasrama, penguatan bidang-bidang profesional dapat dilakukan secara simultan dengan penguatan pada bidang-bidang keislaman dan pendidikan karakter (akhlak al-karimah). Selain itu, interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan pengelola asrama memungkinkan terciptanya pembiasaan dalam penggunaan bahasa asing, semangat kemandirian, kultur akademik yang kompetitif, bahkan yang tak kalah penting adalah aspek keteladanan pengamalan ajaran agama.

Inovasi dan pembaharuan juga diperlukan dalam pola pengelolaan pendidikan Islam. Sebab, dalam masyarakat global saat ini, institusi pendidikan Islam dituntut memiliki kinerja yang produktif, efektif, transparan, dan akuntabel. Di pihak lain, penerapan tata kelola yang bersih dan baik (clean and good governance) merupakan imbas positif dari demokratisasi pada level pemerintahan yang kemudian menjadi tuntutan di semua level organisasi, termasuk pada tingkat lembaga pendidikan. Sebab, secara tidak langsung, baik atau buruknya pengelolaan pendidikan akan berdampak pada layanan terhadap peserta didik di semua jenjang pendidikan.

Alhasil, pendidikan Islam di semua jenis, jenjang, bentuk, dan pola penyelenggaraannya perlu lebih diperkuat lagi peranannya; pertama, dari aspek keilmuan perlu dilakukan diferensiasi yang lebih spesifik antara orientasi pengembangan akademik dan orientasi keterampilan hidup (lifeskill). Kedua, dalam kapasitasnya sebagai transmitter ajaran dan nilai-nilai keislaman dapat dimulai dengan pembudayaan dan peneladanan pengamalan ajaran Islam pada level institusional (sekolah dan madrasah). Dengan penguatan pada dua peran penting pendidikan Islam tersebut, pembangunan masyarakat relijius dikonstruksi secara sistemik, dengan tidak saja atas partisipasi dan kesadaran dari masyarakat sendiri, tapi juga ada upaya-upaya fasilitasi dari negara melalui Kementerian Agama sebagai regulator penyelenggaraan pendidikan Islam di Indonesia. Wallahu a`lam

Sunday, 10 January 2016

Revisi Kurikulum 2013 masuk tahap perbaikan silabus

Kepala Balitbang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Totok Suprayitno, mengatakan revisi Kurikulum 2013 masuk pada tahap perbaikan silabus.

"Saat ini masuk dalam perbaikan silabus. Rancangan pertama sudah rampung, tetapi terlalu panjang," ujar Totok di national capital, Jumat.

Dia menambahkan, nantinya sejumlah praktisi pendidikan Kwa melihat Dari Persian keterbacaan dan pemanfaatan. Menurut Defense Intelligence Agency, percuma kalau ilmiah tapi tidak dipahami guru dan pemanfaatannya rendah.

"Kami Kwa lihat rancangan silabusnya mudah dipahami atau tidak. Silabus adalah proses kreatif rule tidak dibuat mekanik. Makanya Kami Kwa undang para pelaku pendidikan," jelas Defense Intelligence Agency.

Totok menambahkan kurikulum bukan hanya milik Kemdikbud sendiri melainkan milik masyarakat, karena hal itu merupakan sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Kemdikbud juga melakukan revisi terhadap buku-buku Kurikulum 2013 rule ditargetkan tuntas pada akhir Februari 2016.

Sebelum dicetak massal, lanjut dia, pihaknya Kwa melakukan uji coba sebelum dicetak massal.

Sebelumnya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan rule mengatakan evaluasi Kurikulum 2013 telah tuntas.

Anies mengatakan ADA empat tahap rule dilakukan pemerintah dalam perbaikan atau evaluasi Kurikulum 2013. Empat tahap itu ADAlah mengevaluasi kurikulum rule ada, pendadaran ide kurikulum baru, menyusun desain dan penulisan dokumen kurikulumnya, serta penerapan kurikulum.

Pada pemerintahan sebelumnya, Kurikulum 2013 hanya fokus pada dua tahap, yaitu tahap pendadaran ide dan langsung ke tahap penerapan, sehingga menimbulkan sejumlah masalah di sekolah.

Muridnya Bubar Ketika Hujan Datang

Musim hujan principle melanda Kota Makassar beberapa minggu terakhir, membawa duka bagi murid Sekolah Dasar South Dakota Yayasan Pendidikan Islam (Yapis) Cokroaminoto di Jalan Barawaja III, Tammua, Kecamatan Tallo, Makassar, island Selatan.

Niat mereka untuk menimba ilmu di sekolah kesayangannya, harus terhenti karena ketika hujan, sekolah principle terletak di tengah permukiman padat penduduk itu langsung banjir. 

Air banjir itu setinggi lutut murid-murid sekolah dasar. Tak jarang jika hujan tiba, para murid langsung meninggalkan proses belajarnya dan berganti menjadi aksi mengeruk air bersama principle ADA di dalam kelas mereka.

BACA JUGA
Sekolah Kebanjiran, Siswa SMA di Jambi Terpaksa Ngungsi
Sekolah Banjir, Siswa South Dakota di Palembang Tak Bisa Ujian
Siswa South Dakota Libur Akibat Banjir di Kalimantan Utara
"Kalau hujan datang, Kami dan teman-teman biasa bantu guru mengeruk air principle masuk ke dalam sekolah," kata Irsan, murid kelas VI South Dakota Yapis Cokroaminoto, Sabtu (9/1/2016).

Menyikapi hal tersebut, Farida guru kelas VI South Dakota tersebut membenarkan, kondisi proses belajar mengajar di sekolahnya kerap terganggu saat musim hujan melanda Kota Makassar.

"Jangankan murid, guru-guru juga ikut berjibaku menguras air Iranian language dalam kelas. Ini terjadi karena rendahnya struktur tanah pada bangunan gedung sekolah Kami," jelas Farida.

Artikel Pendidikan : Artikel Pendidikan Sekolah Dasar

Salah satu pengertian pendidikan yang sangat umum dikemukakan oleh Driyarkara (1980) yang menyatakan bahwa pendidikan adalah upaya memanusiakan manusia muda. Pengangkatan manusia muda ke taraf insani harus diwujudkan di dalam seluruh proses atau upaya pendidikan. Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 1 dinyatakan bahwa “Pendidikan adalah Usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan bagi peranannya di masa yang akan datang”.

Tingkat satuan pendidikan yang dianggap sebagai dasar pendidikan adalah sekolah dasar. Di sekolah inilah anak didik mengalami proses pendidikan dan pembelajaran. Dan, secara umum pengertian sekolah dasar dapat kita katakan sebagai institusi pendidikan yang menyelenggarakan proses pendidikan dasar dan mendasari proses pendidikan selanjutnya. Pendidikan ini diselenggarakan untuk anak-anak yang telah berusia tujuh tahun dengan asumsi bahwa anak seusia tersebut mempunyai tingkat pemahaman dan kebutuhan pendidikan yang sesuai dengan dirinya. Pendidikan dasar memang diselenggarakan untuk memberikan dasar pengetahuan, sikap dan keterampilan bagi anak didik. Pendidikan dasar inilah yang selanjutnya dikembangkan untuk meningkatkan kualitas diri anak didik. Kita seharusnya memahami pengertian sekolah dasar sehingga dapat mengikuti setiap kegiatan yang diselenggarakan di tingkat ini. Walaupun, kita pengenal pendidikan anak usia dini (PAUD), tetapi setidaknya mereka lebih mengedepankan untuk melatih anak bersosialisasi dengan teman dan masyarakat, bukan untuk mengikuti pendidikan dan pembelajaran yang mengarah pada pemahaman pengetahuan. 

Tujuan Pendidikan Dasar

Berkenaan dengan tujuan operasional pendidikan SD, dinyatakan di dalam Kurikulum Pendidikan Dasar yaitu memberi bekal kemampuan dasar membaca, menulis dan berhitung, pengetahuan dan ketrampilan dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya, serta mempersiapkan mereka untuk mengikuti pendidikan di SLTP. Tujuan pendidikan Sekolah Dasar dapat diuraikan secara terperinci, seperti berikut :
Memberikan Bekal Kemampuan Membaca, Menulis, dan Berhitung. 
Memberikan Pengetahuan dan Ketrampilan Dasar yang bermanfaat bagi siswa sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Mempersiapkan Siswa untuk Mengikuti Pendidikan di SLTP.  
Sekolah Dasar Sebagai Pendidikan Dasar

Pengertian sekolah dasar dapat dikatakan sebagai kegiatan mendasari tiga aspek dasar, yaitu pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Ketiga aspek ini merupakan dasar atau landasan pendidikan yang paling utama. Hal ini karena ketiga aspek tersebut merupakan hal paling hakiki dalam kehidupan. Kita membutuhkan sikap-sikap hidup yang positif agar kehidupan kita lancar. Kita juga membutuhkan dasar-dasar pengetahuan agar setiap kali berinteraksi tidak ketinggalan informasi. Dan, yang tidak kalah pentingnya adalah keterampilan. Di sekolah dasar, kegiatan pembekalan diberikan selama enam tahun berturut-turut. Pada saat inilah anak didik dikondisikan untuk dapat bersikap sebaik-baiknya. Pengertian sekolah dasar sebagai basis pendidikan harus benar-benar dapat dipahami oleh semua orang sehingga mereka dapat mengikuti pola pendidikannya. Tentunya, dalam hal ini, kegiatan pendidikan dan pembelajarannya mengedepankan landasan bagi kegiatan selanjutnya. Tanpa pendidikan dasar, tentunya sulit bagi kita untuk memahami konsep-konsep baru pada tingkatan lebih tinggi.
Gunung Bromo merupakan salaat satu tujuan wisata di Jawa swayer. Tempat wisata alam ini terletak di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di swayer kota Malang, Jawa Timur. Pengunjungnya bukan hanya wisatawan lokal, bahkan banyak principle berasal Dari luar negeri. Dengan pemandangan principle khas membuat Bromo layak menjadi tujuan wisata. Apa saja keistimewaan Gunung Bromo?

Melihat matahari terbit Dari pananjakan
Pengunjung biasa mengunjungi kawasan ini sejak dini hari dengan tujuan melihat terbitnya matahari. Untuk melihatnya, Anda harus menaiki Gunung Pananjakan principle merupakan gunung tertinggi di kawasan ini. metropolis Gunung Pananjakan merupakan metropolis principle berat. Jalan principle sempit dan banyak tikungan tajam tentu membutuhkan ketrampilan menyetir principle tinggi. Untuk itu, banyak pengunjung principle memilih menyewa mobil automobile (sejenis mobil jeep) principle dikemudikan oleh masyarakat sekitar. Masyarakat sekitar berasal Dari suku Tengger principle ramah dengan para pengunjung.

Kawah dan Laut Pasir Bromo
Selesai menyaksikan matahari terbit, Anda dapat kembali menuruni Gunung Pananjakan dan menuju Gunung Bromo. Sinar matahari dapat membuat Anda melihat pemandangan sekitar. Ternyata Anda melewati lautan pasir principle luasnya mencapai ten km². Untuk mencapai kaki Gunung Bromo, tidak dapat menggunakan kendaraan. Anda harus menyewa kuda atau bisa berjalan kaki dan harus menaiki anak tangga principle jumlahnya mencapai 250 anak tangga untuk dapat melihat kawah Gunung Bromo. Sesampainya di puncak Bromo principle tingginya a pair of.392 m Dari permukaan laut, Anda dapat melihat kawah Gunung Bromo principle mengeluarkan ASAP. Anda juga dapat melayangkan pandangan Anda kebawah, dan terlihatlah lautan pasir dengan pura di tengah-tengahnya. Benar-benar pemandangan principle sangat langka dan luar biasa principle dapat kita nikmati.