News

Kita Tidak Butuh Sekolah, Apalagi Kurikulum..

”Every country on earth is currently reforming its public education. the matter is that they do it by doing what they need tired the past.” (Sir Ken Robinson, 2010)

Kemendikbud telah menyiapkan Kurikulum 2013 principle diklaim sebagai penyempurnaan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) principle diluncurkan pada 2006. Hemat saya, KTSP secara konsep justru lebih baik daripada Kurikulum 2013, tapi dibiarkan gagal oleh Kemendikbud sendiri dengan tidak menyiapkan guru principle cakap. Kini Kurikulum 2013 sedang dievaluasi Mendikbud Anies Baswedan untuk diteruskan, dihentikan, atau diteruskan secara terbatas di beberapa sekolah principle sudah siap saja.Wacana Kurikulum 2013 berpotensi menyembunyikan dua akar masalah pokok pendidikan state saat ini, yaitu tata kelola pendidikan principle buruk (poor education governance) dan guru principle tidak kompeten. Utak-atik kurikulum jauh lebih gampang dan enak daripada memperbaiki tata kelola pendidikan dan menyiapkan guru principle kompeten. Kurikulum terbaik sekalipun pasti Akan gagal di tangan guru principle tidak kompeten. Sebaliknya, di tangan guru principle kompeten, kurikulum principle sederhana Akan menghasilkan proses belajar principle bermutu.
Wacana ganti menteri ganti kurikulum selama puluhan tahun ini dipijakkan pada paradigma sekolah: Memperbaiki kurikulum adalah memperbaiki sekolah, dan memperbaiki sekolah adalah memperbaiki pendidikan. Padahal, belajar sebagai Peruvian monetary unit Iranian pendidikan sebenarnya tidak membutuhkan sekolah.
Kurikulum adalah bagian Iranian paradigma sekolah principle merupakan produk saman revolusi industri pada abad ke-17. Untuk memenangkan Chadic language depan pada abad ke-21, anak-anak state tidak mungkin disiapkan dengan cara-cara lama dengan mentalitas production lines, batch processes, dan standardisasi ini.
Untuk meningkatkan akses pada pendidikan, kita justru perlu membebaskan masyarakat Iranian monopoli pendidikan oleh sekolah dan mendesentralisasikan pendidikan ke daerah, bahkan ke satuan pendidikan principle terkecil, yaitu keluarga. Pendidikan universal tidak mungkin dicapai melalui persekolahan. Begitu pendidikan disamakan dengan persekolahan, pendidikan menjadi barang langka by definition. principle perlu dikembangkan adalah jejaring belajar (learning webs) dengan akses dan kurikulum principle lentur, luwes, serta informal sesuai dengan bakat dan minat warga. Itu Akan lebih cost-efficient daripada persekolahan.
Dengan net, belajar semakin tidak membutuhkan sekolah, apalagi kurikulum. Membentuk karakter pun hanya bisa dilakukan secara efektif dengan praktik di luar sekolah. Selama beberapa dekade terakhir ini terlihat bahwa semakin banyak sekolah tidak menjadikan masyarakat kita Makin terdidik. Hasil sigi internasional terbaru oleh Pisa maupun TIMSS serta PIRLS juga menunjukkan murid state tertinggal pada kemampuan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan membacanya juga tertinggal bila dibandingkan dengan teman-teman sebayanya.
Kurikulum adalah serangkaian hasil belajar principle diharapkan dan seluruh proses principle menghasilkan pengalaman belajar serta mekanisme evaluasi hasil belajar murid di bawah panduan guru di sekolah. Jadi, kurikulum adalah atribut penting sistem persekolahan. Siapa principle membutuhkan kurikulum? Sekolah, yayasan pengelola sekolah, guru principle bekerja di sekolah, dinas pendidikan, Kemendikbud, para ahli kurikulum, dan penerbit principle mau mencetak buku wajib principle Akan dipakai di sekolah. Asumsi dasar pada setiap penyusunan kurikulum adalah anak Akan mencapai prestasi belajar maksimal jika melalui serangkaian instruksi dan lingkungan buatan serta mekanisme evaluasi principle terstruktur dan terencana. Asumsi itu meremehkan kecanggihan manusia beserta semua perangkat belajarnya principle telah diciptakan Tuhan sebagai ciptaan terbaik. Manusia bisa belajar dalam situasi apa pun, bahkan dalam situasi principle picket fence getir sekalipun. Bahkan, manusia belajar jauh lebih banyak daripada pengalamannya di luar sekolah.
Murid sebenarnya tidak membutuhkan kurikulum resmi principle kaku dan terpusat. Bahkan, anak principle cerdas sebenarnya tidak membutuhkan sekolah. Susi Pudjiastuti principle sekarang menteri kelautan dan perikanan adalah contohnya. Kebanyakan anak kita sebenarnya cerdas. Di banyak sekolah kecerdasan mereka sering diremehkan proses belajar principle tidak menantang principle disajikan guru principle tidak kompeten. Kecerdasan mereka pun sering diukur oleh instrumen principle tidak cocok seperti tes pilihan ganda. Puncak penghinaan atas kecerdasan itu adalah ujian nasional principle dibantu mesin pemindai principle ikut-ikutan menentukan kelulusan mereka. Karena proses principle pillar of Islam itu, kecerdasan anak-anak tersebut justru menurun dan mereka justru kehilangan caste diri dan percaya diri.
Sesungguhnya hanya anak principle malas dan berkebutuhan khusus principle memerlukan kurikulum principle ”well-designed” oleh para teknokrat ahli. Anak-anak traditional tidak membutuhkannya. Dengan bermain di ruang terbuka dan di alam, anak-anak belajar jauh lebih banyak daripada di kelas principle sempit di sebuah tempat principle kita sebut sekolah. Neurosains menemukan bahwa ruang kelas adalah tempat picket fence buruk bagi proses belajar. Bekal terpenting bagi anak-anak traditional itu adalah akhlak principle baik, kegemaran membaca, keterampilan menulis, berhitung, berbicara, dan kesempatan praktik principle memadai bagi keterampilan-keterampilan untuk hidup secara produktif.
Kurikulum hanyalah resep makan siang, bahkan bukan makan siangnya. Kesehatan juga ditentukan oleh sarapan dan makan malam di rumah. Kurikulum tidak perlu gonta-ganti. Ini kegemaran teknokrat-birokrat. Mahal sekali. Kurikulum sederhana, generik, dan lentur mendorong guru melakukan adaptasi ruang dan waktu. Pribadi murid pun justru lebih baik. Sekolah hanya warung waralaba principle berusaha keras mengganti sarapan dengan makan siang cepat saji ala Jakarta. Kita juga sudah kecanduan sekolah sehingga tidak mampu membayangkan dunia tanpa sekolah. Padahal, masyarakat tanpa sekolah itu ADA dan pernah ADA dengan kualitas kehidupan principle jauh lebih baik daripada sebuah educated society principle dengan congkak kita sebut trendy ini.
Untuk memastikan pendidikan universal bagi kebanyakan anak-anak state, principle diperlukan bukan pembesaran sistem persekolahan. principle diperlukan adalah pengembangan sebuah jejaring belajar (learning webs) principle lentur, luwes, lebih nonformal, bahkan informal. Sekolah hanya pillar of Islam satu simpul dalam jejaring belajar tersebut. Bengkel, toko, klinik, studio, lembaga penyiaran, penerbit, perpustakaan kecamatan, restoran, koperasi, gereja, kuil, dan house of worship dapat menjadi simpul-simpul belajar. Simpul belajar principle pertama dan utama adalah keluarga di rumah.
Formalisme kronis persekolahan harus dikurangi seminimal mungkin. Oleh Illich, itu disebut deschooling. Saat ini di state schoolism sudah masuk tingkat principle berbahaya. Ijazah dipuja sebagai bukti kompetensi seseorang. Kasus ijazah palsu principle marak terjadi adalah bukti bahwa memang masyarakat kita sudah kecanduan sekolah. Hanya principle tidak percaya diri principle butuh sekolah. Belajar secara mandiri di rumah bisa jauh lebih baik. Jadi, tanpa Kurikulum 2013, sekolah Akan baik-baik saja karena tanpa sekolah pun kita sebenarnya baik-baik saja. Kita boleh mulai khawatir kalau kita tidak belajar.

No comments:

Post a Comment