Assalamualaikum wr wb,,,,,,,,,,,,,, Selamat siang rekan-rekan guru semua yang ada diseluruh Indonesia, siang ini pelangipost.com akan membagikan informasi mengenai,
Saat menghadapi murid yang usianya masih kecil (misal, SD) pasti kita banyak menghadapi kendala. Mulai dari siswa yang ribut, susah diatur, suka lari-lari di kelas, dan lain-lain.
Hal ini berbeda sekali dengan menghadapi siswa di SMP atau SMA. Mereka biasanya sudah mengerti untuk tetap tertib dan memperhatikan guru. Young learner (kelas rendah) biasanya masih mempunyai fokus perhatian yang cenderung rendah. Mereka tidak bisa lama-lama fokus terhadap suatu hal, karena perhatiannya akan mudah “buyar”. Maka sebagai guru sebaiknya kita mempunyai teknik tersendiri untuk mengontrol kelas. Caroline Linse mengemukakan ada 10 teknik yang bisa kita jadikan referensi.
Saat menghadapi murid yang usianya masih kecil (misal, SD) pasti kita banyak menghadapi kendala. Mulai dari siswa yang ribut, susah diatur, suka lari-lari di kelas, dan lain-lain.
Hal ini berbeda sekali dengan menghadapi siswa di SMP atau SMA. Mereka biasanya sudah mengerti untuk tetap tertib dan memperhatikan guru. Young learner (kelas rendah) biasanya masih mempunyai fokus perhatian yang cenderung rendah. Mereka tidak bisa lama-lama fokus terhadap suatu hal, karena perhatiannya akan mudah “buyar”. Maka sebagai guru sebaiknya kita mempunyai teknik tersendiri untuk mengontrol kelas. Caroline Linse mengemukakan ada 10 teknik yang bisa kita jadikan referensi.
1. Have a range of activities up your sleve
Maksudnya, sebagai guru kita harus bisa menyiapkan rencana cadangan. Misalnya aktivitas A yang sudah direncanakan ternyata tidak memungkinkanuntuk dijalankan, nah kita harus punya plan B atau plan C. Sehingga kita tetap dapat mengontrol kelas dengan baik.
2. Catch children being good
Guru terlalu sering fokus dengan perilaku buruk buruk dari muridnya, misal saat anak berbuat nakal, pasti guru akan cenderung menyalahkannya. Kadang, guru juga harus bisa memberikan pujian pada anak yang melakukan hal positif. Misalnya, kalau anak berbuat baik, sebaiknya kita memujinya. Terutama saat anak-anak trouble maker dapat berperilaku baik, kita harus langsung memujinya agar perilakunya tetap menjadi baik. Ingat loh, anak suka kalau dipuji! Tapi yang harus diperhatikan juga jangan terlalu sering memuji, apalagi memuji pada satu orang anak saja. Hal ini akan memberikan cap “anak emas” dan kita pasti dinilai pilih kasih.
3. Use affirmative commands
Sering denger kan teori jangan bilang jangan pada anak? Nah ini sama aja kayak gitu. Pemakaian kata positif pada anak memang lebih efektif daripada kata negatif. Misal, guru yang berkata “don’t talk so loudly!”, pasti anak-anak hanya mematuhi untuk beberapa menit. Lain halnya jika guru berkata “please use indoor voice”.konotasi positif akan cenderng dipatuhi oleh anak dibanding konotasi negatif yang justru membuat mereka merasa kurang nyaman.
4. Break down instructions into steps
Dalam memberikan intruksi pada anak, sebaiknya harus jelas dan tidak berbelat-belit. Sebagai guru kita bisa membuat beberapa langakah singkat yang bisa dimengerti anak. Instruksi yang panjang akan membuat mereka kebingungan. Sebaikanya beri instruksi langkah demi langkah dengan kalimat yang to the point. Misalnya sesudah memberik langkah pertama, kita bisa menunggu terlebih dahulu mereka mengerjakannya, jika semua sudah selesai maka dilanjutkan ke langkah berikutnya. Hal ini akan membuat mereka mengerti apa yang harus mereka lakukan dan mengerjakannya dengan baik.
5. Determine clasroom rules with students
Dalam suatu kelas sebaiknya terdapat peraturan yang jelas. Ini juga dapat membantu guru untuk mengontrol kelas karena sudah terpasang peraturan yang sebelumnya sudah disetuji oleh semua siswa. Misalnya peraturan bagi yang ribut atau gaduh akan diberi tanda L . Peraturan yang ada bisa ditempel di dinding kelas agar anak tetap ingat. Selain itu, peraturan yang dibuat juga sebaiknya dalam kalimat positif, misalnya “tertib saat pelajaran” atau “be kind to others”, dll.
6. Take the class temperature often
Sebagai seorang guru kita harus bisa membaca situasi siswa. Sebisa mungkin kita harus bisa “mengukur” keadaan kelas. Jika dilihat anak-anak sudah bosan pada suatu kegiatan, kita bisa memberikan kegiatan yang lain. Hal ini berkaitan dengan poin no.1.
7. Speak in a soft voice
Ketika suasa kelas mulai ramai, sebaiknya kita tidak berteriak agar mereka diam. Hal ini hanya akan membuat mereka diam beberapa saat lalu kembali ribut. Mereka pun akan berpikir, “kalau bu guru berteriak, berarti saya juga boleh berteriak”. Berbicara dengan volume suara yang sedang atau cenderung rendah akan membuat mereka diam dan penasaran dengan apa yang sedang kita bicarakan, sehingga mereka akan mencoba mendengarkan kita dan berhenti ribut.
8. Develop signals to quiet the class
Terkadang kita perlu menggunakan alat bantu untuk mengambil perhatian mereka. Misalnya, lihat di TK, para guru disana sering menggunakan tamborin agar murid mereka fokus. Kita juga bisa menggunakan alat lain yang mengeluarkan bunyi sebagai sinyal untuk mereka fokus. Jika kelas sudah mulai ramai dan ribut, kita bisa mengetuk-ngetuk papan tulis untuk mendapatkan perhatian mereka lagi. Pada anak ABK tunarungu, bisa digunakan isyarat lampu untuk memfokuskan perhatian. Hal ini dilakukan dengan cara menyala-matikan lampu kelas sehingga mereka terfokus pada gurunya.
9. On occasion, be a social engineer
Poin ini adalah salah satu poin yang menarik. Terkadang sebagai seorang guru kita harus bisa menjadi insinyur sosial. Kadang ada anak pendiam dan introvert yang jika berkelompok, tidak ada yang mau sekelompok dengan dia. Sebagai guru, kita harus bisa membuat dia diterima di kelompok. Caranya dengan mempromosikan kelebihannya. Misalnya, “ibu ingin kalian berkelompok dengan Mira karena dia tahu banyak cerita tentang si kancil”. Kalimat promosi tersebut bisa membuat anak lain menjadi membuka pemikirannya dan mulai tertarik untuk berkelompok dengan Mira.
10. Make sure that the punishment fits the crime
Pasti ada saatnya ketika peraturan yang dibuat akan dilanggar oleh siswa. Boleh saja kita menghukum mereka, tetapi dengan hukuman yang cocok dan sesuai dengan kesalahan yang mereka buat. Misalnya saat ada dua orang anak yang berkelahi, hukuman yang bisa kita berikan yaitu dengan memanggil keduanya, lalu menyuruh mereka menuliskan 5 hal baik tentang temannya. Si A harus menulis 5 hal baik tentang si B, dan begitu juga sebaliknya. Hukuman ini akan membuat anak (walaupun dalam keadaan yang saling membenci) berpikir tentang kebaikan yang pernah temannya lakukan.
(Sumber : http://ayundhanabilah.blogspot.co.id/ )