Thursday, 27 December 2018

KKM dan KEBOHONGAN TERSTUKTUR DALAM PENDIDIKAN

KKM dan KEBOHONGAN TERSTUKTUR DALAM PENDIDIKAN

Apa Itu KKM? 
Kriteria ketuntasan belajar yang ditentukan oleh satuan pendidikan yang mengacu pada standar kompetensi kelulusan, dengan mempertimbangkan karakteristik peserta didik, karakteristik muatan pelajaran, dan kondisi Satuan Pendidikan.

Karena kurikulum kita menggunakan filosofi pendidikan mastery laerning, maka KKM diberlakukan. KKM adalah Kriteria Ketuntasan Minimal.
Lalu bagaimana menentukan KKM? Cara menetukan KKM melihat tiga (3) hal/aspek yaitu; 
1) Karakteristik peserta didik (intake),
Aspek karakteristik materi/kompetensi yaitu memperhatikan kompleksitas KD dengan mencermati kata kerja yang terdapat pada KD tersebut dan berdasarkan data empiris dari pengalaman guru dalam membelajarkan KD tersebut pada waktu sebelumnya. Semakin tinggi aspek kompleksitas materi/kompetensi, semakin menantang guru untuk meningkatkan kompetensinya 
2) Karakteristik mata pelajaran (kompleksitas materi/ kompetensi), 
Aspek intake yaitu memperhatikan kualitas peserta didik yang dapat diidentifikasi antara lain berdasarkan hasil ujian jenjang sebelumnya, hasil tes awal yang dilakukan oleh madrasah, atau nilai rapor sebelumnya. Semakin tinggi aspek intake, semakin tinggi pula nilai KKMnya
3) Kondisi satuan pendidikan (daya dukung) pada proses pencapaian kompetensi.
Aspek guru dan daya dukung antara lain memperhatikan ketersediaan guru, kesesuaian latar belakang pendidikan guru dengan mata pelajaran yang diampu, kompetensi guru (misalnya hasil Uji Kompetensi Guru), rasio jumlah peserta didik  dalam satu kelas, sarana prasarana pembelajaran, dukungan dana, dan kebijakan madrasah. Semakin tinggi aspek guru dan daya dukung, semakin tinggi pula nilai KKMnya
Paradigma KKM
Berdasarkan Kurikulum 2013
1.      KKM Mata Pelajaran
Sebagai dasar dalam menetapkan apakah peserta didik sudah tuntas dalam pembelajaran KD tertentu dalam Mupel/Mapel melalui pelaksanaan Penilaian Harian
2.      KKM Satuan Pendidikan
Sebagai dasar dalam menetapkan apakah peserta didik sudah tuntas dalam pembelajaran Mupel/Mapel tertentu. KKM Satuan Pendidikan diterapkan pada saat penentuan ketuntasan di akhir semester melalui Laporan Hasil Belajar/Rapot
Prosedur Penghitungan KKM
1.      Hitung jumlah Kompetensi Dasar (KD) setiap muatan pelajaran setiap kelas dalam satu tahun pelajaran.
2.      Tentukan komponen-komponen yang termasuk aspek kompleksitas, intake, pendidik dan daya dukung.
a)      Komponen-komponen yang bisa dimasukkan aspek kompleksitas, antara lain jumlah KD dan karakterististik KD muatan pelajaran (misalnya, tingkat kesulitan, kedalaman dan keluasan KD).
b)      Komponen-komponen yang bisa dimasukkan aspek intake, antara lain hasil observasi awal siswa, hasil belajar siswa dari tahun pelajaran sebelumnya, dan nilai hasil ujian madrasah dari tahun pelajaran sebelumnya.
c)      Komponen-komponen yang bisa dimasukkan aspek pendidik dan daya dukung, antara lain kompetensi pendidik (nilai UKG), rasio pendidik dan murid dalam satu kelas, akreditasi madrasah dan sarana prasarana madrasah.
3.      Tentukan nilai untuk setiap aspek dengan  skala 0-100 dengan mempertimbangkan hal berikut:
a)      Karakteristik Mata/Muatan Pelajaran (Kompleksitas)
      Semakin kompleks katakteristik muatan pelajaran maka KKM semakin rendah
b)      Karaktersitik Peserta Didik (Intake)
      Karakteristik peserta didik (intake) memperhatikan kualitas peserta didik yang dapat diidentifikasi antara lain berdasarkan hasil penilaian awal peserta didik, dan nilai rapor sebelumnya. Semakin tinggi aspek intake, semakin tinggi pula nilai KKMnya.
c)      Kondisi Satuan Pendidikan (Pendidik dan Daya Dukung)
      Aspek guru dan daya dukung antara lain memperhatikan ketersediaan guru,  kesesuaian latar belakang pendidikan guru dengan mata pelajaran yang diampu, kompetensi guru (misalnya hasil Uji Kompetensi Guru), rasio jumlah peserta didik dalam satu kelas, sarana  prasarana pembelajaran, dukungan dana, dan kebijakan madrasah. Semakin tinggi aspek guru dan daya dukung, semakin tinggi pula nilai KKMnya.
Menentukan KKM Satuan Pendidikan
·         Setelah KKM setiap muatan/mata pelajaran ditentukan (direkap), KKM satuan pendidikan dapat  ditetapkan dengan memilih KKM yang terendah dari seluruh KKM muatan/mata pelajaran. Misalnya, suatu madrasah berdasarkan hasil analisis menentukansatu  KKM untuk seluruh mata pelajaran 60.
·         Rentang predikat dapat menggunakan satu ukuran yang sama di satu madrasah. Misalnya, KKM satuan pendidikan 60, berarti predikat Cukup dimulai dari nilai 60. Rentang predikat untuk semua mata pelajaran menggunakan rumus sebagai berikut:

*Keterangan: angka 3 pada rumus diperoleh dari jumlah predikat selain D (A, B, dan C) Sehingga panjang interval untuk setiap predikat 13 atau 14.
Karena rentang predikat nilainya 13 atau 14, maka untuk mata pelajaran Matematika, rentang predikatnya sebagai berikut
Tabel. Contoh Rentang Predikat untuk KKM Satuan Pendidikan 60

Pada contoh di atas, rentang predikat untuk predikat A yaitu 13 sedangkan
predikat B dan C rentang predikatnya 14.
Berikut disajikan tabel berisi beberapa contoh rentang predikat sesuai dengan KKM satuan pendidikan.
Tabel. Contoh Rentang Predikat Dari Beberapa KKM

*) KKM Satuan Pendidikan menggunakan angka KKM Muatan Pelajaran paling rendah/minimal.

Pertanyannya: Apakah sekolah melakukan itu dengan baik dan benar bahkan serius? Baik mulai no 1 sampai no 3, utamanya no 2? Benarkah dilakukan?
Kasus :
A mendapat 80 =100, Sangat Pandai
B mendapat 75-70 = Pandai
C mendapat 60 – 65 = Sedang
D Mendapat 45 -50 = Kurang
E mendapat 20 - 40 = Sangat Kurang.
C dan D perlu remidial 2x sedangkan E perlu remidial 5-7x.
Pertanyaan yang sangat sulit dijawab adalah:
1. Apakah yang mendapat 70 asli dan 70 remidial akan sama diraport-nya dan juga pemahamannya?
2. Apakah anak-anak yang mendapat nilai 20 - 40, mampu mencapai 70 dengan remidial 5-7x, misalnya?
3. Kalaulah mampu, apa makna nilai itu buat mereka? Apakah mereka akan paham dan tuntas materi KD tersebut?
4. Mungkinkah guru/sekolah melakukan remidial sebanyak itu?
Marilah kita bicara rsebagai guru yang tahu ealitas dilapangan, bukan sekadar konsep diatas kertas..

Tuesday, 18 December 2018

MIPM: Analisis Kebutuhan Peserta Didik Usia MI

MIPM: Analisis Kebutuhan Peserta Didik Usia MI: Analisis Kebutuhan Peserta Didik Usia MI PERKEMBANGAN DAN KEBUTUHAN PESERTA DIDIK USIA MADRASAH IBTIDAIYAH (MI) A.       PEN...

Analisis Kebutuhan Peserta Didik Usia MI


Analisis Kebutuhan Peserta Didik Usia MI

PERKEMBANGAN DAN KEBUTUHAN PESERTA DIDIK
USIA MADRASAH IBTIDAIYAH (MI)



A.    PENDAHULUAN
Individu adalah pribadi yang utuh dan kompleks. Kekomplekan tersebut dikaitkan dengan kedudukannya sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh karena itu, selain harus memahami dirinya sendiri ia juga harus memahami orang lain dan memahami kehidupan bersama di dalam masyarakat, memahami lingkungan serta memahami pula bahwa ia adalah makhluk Tuhan. Sebagai makhluk psiko-fisik, manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan fisik dan psikologis, dan sebagai makhluk individu dan sosial, manusia mempunyai kebutuhan individu (yang juga dikenal sebagai kebutuhan pribadi dan kebutuhan sosial masyarakat). Dengan demikian maka setiap individu memiliki kebutuhan, karena ia tumbuh dan berkembang untuk mencapai kondisi fisik dan sosial psikologis yang lebih sempurna dalam kehidupannya.
Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan dibahas mengenai kebutuhan peserta didik usia Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang meliputi : karakteristik, perkembangan, tugas perkembangan, serta analisis kebutuhan peserta didik usia Madrasah Ibtidaiyah (MI).

B.     PEMBAHASAN
1.      Karakteristik Anak Usia Madrasah Ibtidaiyah (MI)
Usia rata-rata anak Indonesia saat masuk ke Madrasah Ibtidaiyah (MI) adalah 6 tahun dan selesai pada usia 12 tahun. Kalau mengacu pada pembagian tahapan perkembangan anak, berarti anak usia sekolah dasar ini berada dalam dua masa perkembangan, yaitu masa kanak-kanak tengah yaitu umur 6-9 tahun dan masa kanak-kanak akhir yaitu umur 10-12 tahun[1]. Masa ini disebut juga masa anak lanjutan atau masa anak usia sekolah, karena pada masa usia ini biasanya ia duduk di sekolah dasar[2]
Anak-anak pada usia ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak yang usianya lebih muda, ia senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung[3]. Oleh sebab itu, guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur permainan, mengusahakan siswa berpindah atau bergerak, bekerja atau belajar dalam kelompok serta memberikan kesempatan untuk terlibat langsung dalam pembelajaran.

2.      Perkembangan Peserta Didik Usia Madrasah Ibtidaiyah (M)
a)      Perkembangan Fisik
Perkembangan fisik atau yang disebut pertumbuhan biologis (biological growth) merupakan salah satu aspek terpenting dalam perkembangan individu[4]. Pada anak usia Madrasah Ibtidaiyah (MI) yaitu umur 6 tahun terlihat bahwa badan anak bagian atas berkembang lebih lambat dari pada bagian bawah, anggota-anggota badan relatif masih pendek, kepala dan perut relative masih besar[5].
Sesudah 6 tahun pertumbuhan menjadi agak lambat dari pada waktu-waktu sebelumnya, sampai umur 12 tahun anak bertambah panjang 5 sampai 6 cm tiap tahunnya[6]. Pada masa ini peningkatan berat badan anak bertambah lebih banyak dari pada panjang badannya. Pada anak usia 6 tahun tinggi rata-rata anak adalah 46 inci dengan berat 22,5 kg, kemudian pada usia 12 tahun tinggi anak mencapai 60 cm dan berat 40 hingga 42,5 kg[7].
b)      Perkembangan Kognitif
Perkembangan kognitif pada masa ini sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut pencapaian kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif seperti membaca, menulis, dan menghitung.
Kemampuan kognitif atau intelektual pada masa ini cukup untuk menjadi dasar diberikannya berbagai kecakapan yang dapat mengembangkan pola pikir atau daya nalarnya, kepada anak pada fase ini sudah dapat diberikan dasar-dasar keilmuan seperti membaca, menulis dan berhitung. Di samping itu kepada anak diberikan juga pengetahuan-pengetahuan tentang manusia, hewan, lingkungan alam sekitar dan sebagainya. Untuk mengembangkan daya nalarnya dengan melatih anak untuk mengungkapkan pendapar, gagasan atau penilaiannya terhadap berbagai hal, baik yang dialaminya maupun peristiwa yang terjadi di lingkungannya, misalnya yang berkaitan dengan materi pelajaran, tata tertib sekolah, pergaulan yang baik dengan teman sebaya atau dengan orang lain dan sebagainya[8].
c)      Perkembangan Sosial
Maksud perkembangan sosial ini adalah pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial anak-anak Madrasah Ibtidaiyah (MI) ditandai dengan adanya perluasan hubungan, di samping dengan keluarga juga ia mulai membentuk ikatan baru dengan teman sebaya (peer group) atau teman sekelas, sehingga ruang gerak hubungan sosialnya telah bertambah luas.
Pada usia ini anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri (egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau memperhatikan kepentingan orang lain).
Dalam proses belajar di sekolah kematangan perkembangan sosial ini dapat dimanfaatkan atau dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok. Dengan melaksanakan tugas kelompok peserta didik dapat belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerja sama, saling menghormati, bertenggang rasa dan bertanggung jawab[9]
d)     Perkembangan Emosi
Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi yang positif seperti perasaan senang, bergairah, bersemangat atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk mengonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas belajar seperti memperhatikan penjelasan guru, membaca buku, aktif dalam berdiskusi, mengerjakan tugas dan disiplin dalam belajar[10].
Adapun upaya guru untuk menciptakan proses belajar mengajar yang efektif adalah sebagai berikut :
(1)   Mengembangkan iklim kelas yang bebas dari ketegangan saat pembelajaran (seperti guru sering marah-marah, judes dan lain-lain);
(2)   Memperlakukan peserta didik sebagai individu yang mempunyai harga diri (seperti tidak menganaktirikan, menganakemaskan, mencemooh dan sebagainya);
(3)   Memberikan nilai secara obyektif;
(4)   Menghargai hasil karya peserta didik dan sebagainya.
e)      Perkembangan Keagamaan
Periode usia dasar merupakan masa pembentukan nilai-nilai agama sebagai kelanjutan dari periode sebelumnya. Kualitas keagamaan akan sangat dipengaruhi oleh proses perkembangan atau pendidikan yang diterimanya. Oleh karena itu pendidikan agama (pengajaran pembiasaan dan penanaman nilai-nilai) di sekolah dasar sangat penting sekali[11]. Karena pendidikan agama di sekolah dasar merupakan dasar bagi pembinaan sikap positif terhadap agama dan berhasil membentuk pribadi dan akhlak anak, maka untuk mengembangkan sikap itu pada masa remaja akan mudah dan anak telah mempunyai pegangan atau bekal dalam menghadapi berbagai kegoncangan yang biasa terjadi pada masa remaja[12].

3.      Tugas-tugas Perkembangan Pada Masa anak Usia Madrasah Ibtidaiyah (MI)
Pada setiap masa perkembangan manusia ada tugas-tugas tertentu yang oleh lingkungan sosial atau masyarakat diharapkan dapat dilaksanakan oleh individu. Tugas-tugas ini disebut “Tugas Perkembangan” (Havighurst, 1952)
Menurut Havighurst bahwa tugas perkembangan anak usia sekolah dasar adalah sebagai berikut :
a.       Mengembangkan ketrampilan dasar dalam membaca, menulis dan menghitung;
b.      Mengembangkan konsep-konsep yang perlu dalam kehidupan sehari-hari;
c.       Belajar bergaul dengan kelompok sebaya;
d.      Belajar bekerja dengan kelompok sebaya;
e.       Mempelajari peran jenis kelamin yang sesuai;
f.       Belajar menjadi pribadi yang mandiri;
g.      Mempelajari keterampilan fisik yang diperlukan;
h.      Mengembangkan hati nurani dan system nilai sebagai pedoman perilaku;
i.        Mengembangkan sikap terhadap kelompok dan lembaga social;
j.        Mengembangkan konsep diri yang sehat[13].

4.      Analisis Kebutuhan Peserta Didik Usia Madrasah Ibtidaiyah (MI) serta Upaya Sekolah dan Memenuhinya
Dalam proses pertumbuhan dan perkembangan menuju ke jenjang kedewasaan, kebutuhan terhadap sesorang mengalami perubahan-perubahan sejalan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya. Kebutuhan itu timbul karena adanya dorongan-dorongan (motif). Dorongan adalah keadaan dalam pribadi seseorang yang mendorong untuk melakukan sesuatu perbuatan untuk mencapai tujuan tertentu (Sumadi, 1971 :70). Dorongan dapat berkembang karena kebutuhan psikologis atau karena tujuan-tujuan kehidupan yang semakin kompleks[14]. Dengan demikian kebutuhan merupakan suatu keperluan asasi yang harus dipenuhi untuk mencapai keseimbangan ornagisme[15].
Maslow membangun sebuah teori kebutuhan yang kemudian di kenal dengan teori hierarki kebutuhan (hierarchy of need). Oleh karena berdasarkan karakteristik dan perkembangan peserta didik usia tersebut, maka dapat dianalisis tentang kebutuhan peserta didik usia Madrasah Ibtidaiyah (MI) sebagai berikut :
a.    Kebutuhan Jasmaniah.
Kebutuhan jasmaniah peserta didik usia Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang perlu diperhatikan antara lain : makan, minum, Karakteristik ini menuntut guru Madrasah Ibtidaiyah (MI) untuk melaksanakan kegiatan pendidikan yang bermuatan permainan lebih-lebih untuk pakaian, oksigen, istirahat, kesehatan jasmani, gerak-gerak jasmani dan sebagainya.
Adapun upaya-upaya yang hendaknya dilakukan oleh fihak sekolah atau guru adalah sebagai berikut :
1)      Memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang pentingnya pola hidup sehat;
2)      Menanamkan kesadaran untuk mengkonsumsi makanan-makanan yang mengandung gizi dan vitamin tinggi;
3)      Member kesempatan untuk istirahat;
4)      Memberikan pendidikan jasmani dan latihan fisik seperti olah raga;
5)      Menyediakan sarana bermain, berolah raga dan sebagainya;
6)      Mengatur tempat duduk sesuai dengan kondisi fisik;
7)      Membangun bangunan/kelas yang memperhatikan pencahayaan, sirkulasi udara, suhu dan sebagainya.
b.      Kebutuhan akan Rasa Aman
Kebutuhan rasa akan aman sangat penting bagi peserta didik usia Madrasah Ibtidaiyah (MI) terutama rasa aman di dalam kelas dan sekolah, seperti suasana kelas yang aman, nyaman, serta bebas dari bising dan situasi yang mengancam.
Adapun upaya-upaya yang hendaknya dilakukan oleh fihak sekolah atau guru adalah sebagai berikut :
1)      Menciptakan/menunjukkan iklim yang aman di mana peserta didik bebas dari hal-hal yang membahayakan/merugikan dirinya sendiri atau perlatan mereka;
2)      Mengadakan penjagaan dan pelaksanaan kedisiplinan di sekolah.
c.       Kebutuhan akan Kasih Sayang.
Peserta didik usia Madrasah Ibtidaiyah (MI) sangat membutuhkan kasih sayang, baik dari orang tuanya (ketika di rumah) ataupun dari guru dan teman-temannya (ketika di sekolah).
Adapun upaya-upaya yang hendaknya dilakukan oleh fihak sekolah atau guru adalah sebagai berikut :
1)      Memberikan kasih sayang agar dalam pembelajaran peserta didik bias senang, betah dan bahagia di dalam kelas;
2)      Menciptakan kelas yang penuh keceriaan dalam pembelajaran sehingga memotivasi mereka dalam belajar.
d.      Kebutuhan akan Penghargaan.
Peserta didik usia Madrasah Ibtidaiyah (MI) akan lebih senang apabila mereka diperlakukan sebagai orang yang berharga diri karena mereka mempunyai sifat ingin dikenal, ingin diakui keberadaanya, sehingga mereka akan dihargai, bangga dan gembira.
Adapun upaya-upaya yang hendaknya dilakukan oleh fihak sekolah atau guru adalah sebagai berikut :
1)      Menghargai mereka sebagai pribadi yang utuh;
2)      Menghargai pendapat dan pilihan mereka;
3)      Menerima kondisi siswa apa adanya;
4)      Memberikan penilaian secara obyektif;
5)      Guru mengembangkan konsep diri siswa yang positif.
e.       Kebutuhan akan Rasa Bebas
Peserta didik usia Madrasah Ibtidaiyah (MI) cenderung memiliki kebutuhan untuk merasa bebas, terhindar dari kungkungan dan ikatan-ikatan tertentu.
Adapun upaya-upaya yang hendaknya dilakukan oleh fihak sekolah atau guru adalah sebagai berikut :
1)      Memberikan mereka kebebasan dalam batas-batas kewajaran dan tidak membahayakan;
2)      Diberi kesempatan dan bantuan secara memadai untuk mendapatkan kebebasan.
f.       Kebutuhan akan Rasa Sukses
Peserta didik usia Madrasah Ibtidaiyah (MI) menginginkan kesuksesan dalam setiap usaha yang dilakukannya disekolah, terutama bidang akademin berhasil dengan baik.
Adapun upaya-upaya yang hendaknya dilakukan oleh fihak sekolah atau guru adalah sebagai berikut :
1)      Mendorong mereka agar mencapai keberhasilan dan prestasi yang tinggi;
2)      Memberi penghargaan atas prestasi yang mereka capai;
3)      Mengembangkan sikap dan motivasi yang tinggi untuk terus menerus belajar mencapai kesuksesan.

C.    PENUTUP
1.      Simpulan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :
a.       Karakteristik anak usia SD adalah senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, serta senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Oleh karena itu, guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur permainan, memungkinkan siswa berpindah atau bergerak dan bekerja atau belajar dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran.
b.      Dengan adanya tugas perkembangan peserta didik usia Madrasah Ibtidaiyah (MI) sebagaimana menurut Havighurst, maka hal ini hendaknya mendorong guru untuk :
1)      menciptkaan lingkungan teman sebaya yang mengajarkan keterampilan fisik;
2)      melaksanakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar bergaul dan bekerja dengan teman sebaya sehingga kepribadian sosialnya berkembang;
3)      mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman yang konkret atau langsung dalam membangun konsep; serta
4)      melaksanakan pembelajaran yang dapat mengembangkan nilainilai sehingga siswa mampu menentukan pilihan yang stabil dan menjadi pegangan bagi dirinya.
c.       Dengan terpenuhinya semua kebutuhan-kebutuhan peserta didik usia Madrasah Ibtidaiyah (MI) sebagaimana uraian di atas, maka akan membawa dampak yang baik dan positif bagi mereka baik dalam berhubungan dengan pendidikan maupun masa depan mereka, sebaliknya apabila tidak terpenuhi kebutuhan mereka, maka akan menghambat pendidikan bahkan ketidak-suksesan masa depan mereka.

2.      Penutup
Demikian makalah ini ditulis guna memenuhi tugas mata kuliah pengembangan potensi peserta didik dalam pembelajaran. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan saran serta kritik yang membangun sangat kami harapkan guna perbaikan-perbaikan pada tugas-tugas berikutnya.   






Daftar Pustaka :

1.     Dra. Desmita, M.Si., “Psikologi Perkembangan Peserta Didik”. Bandung : PT Rosdakarya, 2010
2.     Dra. Enung Fatimah, M.M., “Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik)”, Bandung : Pustaka Setia, 2006
3.      F.J. Monks, A.M.P. Knoers. “Psikologi Perkembangan : Pengantar dalam Berbagai Bagiannya” Yogyakarta ; Gajah Mada University Press, 2002,
4.      S.C Utami Munandar. “Mengembangkat Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah”.Jakarta : Grasindo, 1992
5.      Dr. H. Syamsu Yusuf LN., M.Pd. “Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja”,Bandung : PR Rosdakarya, 2010
6.      Zakiah Daradjat. “Ilmu Jiwa Agama”, Jakarta : Bulan Bintang, 1986


[1] Dra. Desmita, M.Si., “Psikologi Perkembangan Peserta Didik”. Bandung : PT Rosdakarya, 2010, hal. 35
[2] S.C Utami Munandar. “Mengembangkat Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah”. Jakarta : Grasindo, 1992, hal. 1
[3] Dra. Desmita, M.Si., “Psikologi Perkembangan Peserta Didik”. Bandung : PT Remaja Rosda Karya, 2010, hal. 35
[4] Ibid hal. 73
[5] Ibid hal. 74
[6] F.J. Monks, A.M.P. Knoers. “Psikologi Perkembangan : Pengantar dalam Baerbagai Bagiannya” Yogya-karta ; Gajah MAda University Press, 2002, hal. 177
[7] Dra. Desmita, M.Si., “Psikologi Perkembangan Peserta Didik”. hal. 74
[8] Dr. H. Syamsu Yusuf LN., M.Pd. “Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja”,Bandung : PR Rosdakarya, 2010, hal. 178-179
[9]  Ibid hal. 180
[10] Ibid hal. 181
[11] Ibid hal. 183     
[12] Zakiah Daradjat. “Ilmu Jiwa Agama”, Jakarta : Bulan Bintang, 1986, hal. 58
[13] S.C Utami Munandar. “Mengembangkat Bakat dan Kreativitas Anak Sekolah”.Jakarta : Grasindo, 1992, hal. 7-8
[14] Dra. Enung Fatimah, M.M., “Psikologi Perkembangan (Perkembangan Peserta Didik)”, Bandung : Pusta-ka Setia, 2006, hal. 129-130
[15] Dra. Desmita, M.Si., “Psikologi Perkembangan Peserta Didik”. hal. 59