Wednesday, 17 February 2016

Membuka Pikiran dengan Teknik “Clustering”

Membuka Pikiran dengan Teknik “Clustering” oleh: Hernowo

”Pemetaan Pikiran adalah alat pembuka pikiran yang ajaib.”
—JOYCE WYCOFF

Ketika memulai menjalankan free writing ala Elbow, tentu saja saya tidak langsung merasakan kebebasan menulis. Meskipun saya sudah memahami bahwa free writing ini tanpa koreksi (sensor) dan tanpa melihat lagi apa yang sudah ditulis (editing), tetap saja kebiasaan—atau paradigma menulis dengan cara—membaca kembali yang sudah ditulis dan mengoreksi yang sempat salah-tulis tetap belum dapat saya hilangkan. 

Kadang bahkan saya harus memperbaiki kesalahan tulis yang elementer—yang sepele, kecil-kecil, dan tidak berarti. Padahal, sekali lagi, menulis bebas merupakan kegiatan menulis tanpa disertai mengoreksi. 

Juga, saya sudah memahami bahwa free writing ini merupakan kegiatan memproduksi saja—mengungkapkan pikiran saja. Menulis saja. Titik.

Entah perlu berapa kali berlatih menulis bebas untuk mengubah paradigma menulis mengoreksi itu. Yang jelas, saya masih belum dapat menghilangkan kegiatan mengoreksi dan memperbaiki tulisan yang sudah saya tulis. 

Tentu saja, jangan salah: memperbaiki tulisan itu tetap penting. Namun, dalam paradigma free writing, memproduksi dan memperbaiki itu tidak boleh dibarengkan. Keduanya harus dipisah secara tegas dan jelas. 

Hanya, betapa susahnya mengubah paradigma. Saya, ternyata, masih harus bolak-balik ke kalimat atau paragraf sebelumnya. Ini tentu sangat menjengkelkan dan bahkan mengesalkan sekali. 

Sampai akhirnya saya menemukan bahwa kegiatan mengoreksi tulisan itu ternyata merupakan kegiatan berpikir otak kiri. Di samping fungsi otak kiri itu untuk berpikir rasional dan memastikan sesuatu, ternyata otak kiri juga memiliki kebiasaan mengoreksi atau meragukan hal-hal yang sudah dihasilkan oleh otak kanan.

Apabila pada tulisan saya sebelum ini saya menegaskan bahwa menulis bebas ala Elbow ini merupakan kegiatan menulis dengan menggunakan otak kanan, rupanya tidak lantas otomatis otak kiri dapat dimatikan. Otak kiri tetap terus bekerja. Bahkan saya merasakan bahwa kegiatan otak kiri—yang bersifat mengoreksi—itu sulit sekali saya matikan meskipun hanya sejenak. 

Nah, terkait dengan fungsi otak kiri dan otak kanan inilah kemudian saya menemukan gagasan Joyce Wycoff yang ditunjang oleh Gabriele Lusser Rico. 

Kedua tokoh yang concern terhadap kegiatan menulis dengan cara yang baru ini menemukan hal baru dan berbeda—khususnya dalam membuka pikiran untuk memulai menulis. 

Wycoff dan Rico tetap merujuk ke temuan Tony Buzan yang disebut “mind mapping” (memetakan pikiran). Keduanya juga tetap menekankan pentingnya memanfaatkan otak kanan. 

Hanya, keduanya berpendapat bahwa apabila Anda ingin dapat menulis secara lancar dan mudah, Anda perlu berlatih membuka pikiran dengan menggunakan metode “mind mapping”.

Seperti kita ketahui, teknik memetakan pikiran ini dipakai Buzan untuk mengingat dengan memanfaatkan fungsi otak kiri dan, terutama, otak kanan (menggunakan gambar, warna, dan emosi). 

Di tangan Wycoff dan Rico, teknik “mind mapping” ini dimanfaatkan untuk menulis. Menulis dalam konteks apa? Dalam konteks untuk membuka pikiran dan, dalam tahap yang lebih canggih, untuk menemukan (membangun) gagasan. 

Wycoff—seperti pernyataannya yang saya kutip di awal tulisan ini—secara khusus menunjukkan, dalam bukunya Menjadi Superkreatif dengan Pemetaan Pikiran, bahwa teknik “mind mapping” ini merupakan “alat” yang canggih untuk membuka pikiran. 

Jadi, sebelum saya menulis bebas, saya kadang bermain-main terlebih dahulu dengan teknik pemetaan pikiran ini. 

Misalnya, agar pikiran saya membuka, saya memancing pikiran saya dengan menunjukkan satu kata: kursi, bunga, atau langit. Satu kata itu kemudian saya letakkan di tengah (di pusat kertas). Lalu dari pusat yang berisi satu kata yang saya pilih itu, saya secara cepat dan spontan memancarkan garis-garis ke berbagai penjuru angin dan di setiap garis itu—di atas garis tentu saja—saya bubuhkan satu kata secara sembarang atau acak. Kegiatan ini sangat membantu saya dalam membuka pikiran saya.

Teknik “clustering” Rico hampir sama dengan teknik membuka pikirannya Wycoff. Hanya, kalau tekniknya Rico dimanfaatkan untuk mengelompokkan kata—yang merupakan simbol yang mewakili pikiran atau gagasan. 

Memang agak lebih rumit. Namun, gagasan Rico ini juga amat bermanfaat bagi seorang penulis apabila si penulis tersebut mengalami kemacaten atau kebuntuan dalam menulis. 

Sekali lagi, inti teknik-teknik yang dikembangkan Wycoff dan Rico ini ada pada gambar dan gerakan corat-coret yang kemudian membuat pikiran dapat mengembara ke mana-mana. 

Dan sebelum menjalankan free writing, berdasarkan pengalaman saya, akan bagus jika pikiran diminta melakukan pemanasan (baca: pengembaraan) terlebih dahulu dengan mengikuti saran Wycoff dan Rico.

No comments:

Post a Comment